Rasanya penantian yang panjang seakan tiada artinya tanah yang mereka idamkan tak kunjung di berikan oleh TNI-AL , sudah 47 tahun sampai dengan detik ini usaha demi
usaha mereka lakukan untuk mencari keadilan belum ada hasilnya Mereka adalah Laksma Suprayitno dengan 155 anggota baik dari militer maupun sipil .
padahal mereka sudah membayar harganya lunas. Penantian yang amat panjang tanpa kepastian siapakah yang bertanggungjawab, karena semua pihak
hanya ‘diam’ tak peduli. Kemana pula mereka harus mencari keadilan
sesuai dengan apa yang di sampaikan narasumber pada Wartawan media online Pewarta-Indonesia di kediamannya, beliau mengatakan kasus ini berawal Ketika itu tahun 1963, dari adanya kesempatan anggota TNI AL, Militer / Sipil yang ditawari oleh Pimpinan AL yakni Panglima Daerah Angkatan Laut IV dengan Surat Keputusan Nomor 4535.1 tanggal 7 Mei 1963 dan Perubahan
Surat Keputusan Nomor 4535.1 tanggal 15 Mei 1964 tentang Tata Cara Pengadaan Tanah Kapling untuk anggota TNI AL, Militer / Sipil dan Tata Cara Pembagian Tanah Kapling untuk Perwira, Bintara, Tamtama dan Pegawai Negeri Sipil kemudian mereka berminat membeli tanah kapling dimaksud bersama 155 anggota yang lain.
Untuk melaksanakan pembelian tanah ini dan Setelah membayar harga tanah kepada Pimpinan AL, yakni melalui Komandan Lantamal
Surabaya, selaku Kordinator ketika itu masih ada pembayaran lain seperti uang pengukuran , uang Pemasangan Bowblok serta pemasangan patok untuk itu semua sudah pasti harus bisa melunasi harga tanah idaman yang kelak akan dibangun menjadi rumah pensiunnya .
Pasalnya bersama 155 anggota yang lain boleh bergembira mendapat khabar bahwa tanah yang dijanjikan sudah ditetapkan di Desa (sekarang Kelurahan) Dukuh Pakis, Kecamatan Karangpilang ( Dekat Gedung TVRI, sekarang ) Surabaya. Namun dalam perkembangannya, Komandan Lantamal V ( dalam kapasitas sebagai Kordinator Kapling tanah bagi Anggota TNI AL dimaksud ) kala itu, kemudian mengadakan Perjanjian Tukar menukar Tanah Dukuh Pakis dengan Tanah di Desa Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri, Surabaya, dengan pihak
Kotamadya Surabaya ( yang dilaksanakan oleh PT SERUNI SURABAYA ) dihadapan Notaris Stefanus Sindhunata, S.H. Hal ini kemudian diperkuat dengan Surat Walikotamadya Kepala Daerah II Surabaya Nomor 7804/147, tanggal 21 September
1976, tentang Ijin Tukar Guling tersebut. Agaknya tanah yang ditunggu semakin ada titik terang ketika Komandan Lantamal Surabaya, menyampaikan Surat Edaran Nomor SE / 06 / IV / 1992, tanggal 29 April 1992, tentang PENGUKURAN DAN PENGAPLINGAN TANAH MILIK ANGGOTA TNI AL DI LIDAH
KULON SURABAYA, ditandatangani oleh Wakil Komandan Lantamal Surabaya, Kolonel Laut Warsono HP. Dua poin utama dalam Surat Edaran tersebut adalah : 1. Lantamal Surabaya bersama dengan Kodya Surabaya (c.q. Dinas Tata Kota )
akan melaksanakan Pengukuran dan Pengaplingan tanah milik Anggota TNI AL di Kelurahan Lidah Kulon Kecamatan Lakar Santri, Surabaya ; 2. Pemilik Kapling diharap segera mendaftar ke Lantamal Surabaya
Sejak saat itu, hingga tulisan ini di wartakan , sekian tahun lamanya penantian panjang ini belum juga berakhir, jeritan hati yang pilu dan isak tangis para pemilik tanah yang dijanjikan kemudian
malah tenggelam dalam kemungkinan adanya “ penyalahgunaan Wewenang “ atau entah apa namanya yang dilakukan oleh Para Pejabat Betapa tidak, tanah yang semula di Dukuh Pakis seluas 83.850 m2 dan kemudian ditukar dengan tanah “lebih luas” di Lidah Kulon yakni 85.300 m2 untuk
155 anggota TNI AL bila dikalikan Rp 2 juta sama dengan 170 M tetapi tak diakui sebagai tuan pemiliknya.
Menurut keterangan mantan Ketua BKPAL (Badan Kontak Purnawirawan TNI AL) Surabaya, Laksamana Pertama TNI AL (Purnawirawan) Suprajitno, ternyata tanah di Lidah Kulon tersebut sudah dibayar 12,5 milyar” oleh PT Ciputra Graha Prima - yang mengembangkan Kawasan Kota Mandiri CITRA RAYA - kepada mantan KASAL (Kepala Staf Angkatan Laut), Laksamana
Slamet Subijanto, karena memang tanah di Lidah Kulon itu masuk dalam wilayah master plan perumahan paling elit milik real estate Ciputra. Sementara Rahman, salah satu Tim Advokat yang diminta suka rela (tanpa ongkos jalan) menangani kasus ini, mendengar dari Permadi, S.H. (DPR RI) yang menyatakan, bahwa ada pihak oknum Pati
TNI AL (ketika tahun 2006) sebagai Pimpinan AL, mendapat entah ”uang” apa namanya beberapa puluh Milyar.
Faktanya, KASAL (ketika itu) kemudian mendelegasikan kepada Komandan Lantamal III, Laksamana Pertama TNI Gunadi, MBA, dengan Surat Perintah KASAL Nomor Sprin/35/I/2006, tanggal 13 Januari 2006. Berbekal
“Surat Sakti” dari KASAL, Gunadi kemudian membuat Surat Perjanjian dihadapan Notaris Wahyudi Suyanto, S.H. yang menuangkan ke dalam Akta Notaris Nomor 050, tanggal 24 Januari 2006.
Pada pokoknya akta tersebut memuat dua poin, yakni : 1. Gunadi, bertindak atas nama jabatan dan Perintah KASAL, memberi kuasa serta mendukung tindakan hukum maupun administrasi kepada PT Ciputra
Graha Prima . . . dan akan membantu kepada PT Ciputra Graha Prima bilamana terdapat gangguan . . . di atas tanah tersebut yang diakibatkan oleh tuntutan anggota dan / atau Purnawirawan TNI AL ; 2. Gunadi, bertindak atas nama
jabatan dan Perintah KASAL, akan menyelesaikan hak dan kewajiban kepada anggota Purnawirawan yang pernah mendapatkan pembagian kapling di lokasi tersebut.
Keadilan juga diminta oleh 155 Purnawirawan lain yang sekarang hanya memegang dokumen serta kwitansi pembayaran atas tanah yang dijanjikan oleh Para Petinggi TNI AL, tetapi tak juga segera mendapatkannya. Penantian yang sudah berlangsung 47 (empat puluh
tujuh) tahun dan sebagian besar mereka sudah meninggal ini , apakah tidak mampu mengusik hati nurani Sutoto Yacobus atas nama Ciputra, Walikota
Surabaya , Para Wakil Rakyat di DPR dan DPRD, dan terutama KASAL sampai Presiden SBY kalau sudah begini kemana kami harus mencari keadilan
Tjuk Suherman, S.H. MS, seorang ahli Hukum UNAIR dan Hyper Metafisika berkomentar untuk kasus tanah ini, “ Ini sudah patut diduga TINDAK PIDANA KORUPSI dan PELANGGARAN HAM, karena menyengsarakan rakyat, bahkan keluarga besar TNI AL sendiri. Maka bila ‘rintihan’ orang kecil ini tidak segera didengar, bahkan oleh Presiden, DPR, KPK, sampai ke Lembaga-lembaga Hukum
dan Hak Asasi Manusia baik bentukan Pemerintah maupun Rakyat, maka biarlah Alloh – Tuhan Penguasa Alam – yang mendengar dan pasti segera mengadili Para Pemimpin yang Dzolim ini”, tuturnya. Semoga